Sabtu, 29 Januari 2011

pendekatan Sastra



 Menurut M.H Abrams ada empat pendekatan dalam kajian sastra:
  1. Pendekatan Ekspresif
Pendekatan ekspresif adalah pendekatan dalam kajian sastra yang menitikberatkan kajianya pada ekspresi perasaan atau tempramen penulis (Abrams, 1981: 189).
Informasi tentang penulis memiliki peranan yang sangat penting dalam kajian dan apresiasi sastra.
 Penilaian terhadap karya seni ditekankan pada keaslian dan kebaruan (Teew, 1984: 163-165).
  1. Pendekatan Objektif
Pendekatan objektif merupakan suatu pendekatan yang hanya menyelidiki karya sastra itu sendiri tanpa menghubungkan dengan hal-hal di luar karya sastra.
Menurut Goldmann studi karya sastra harus dimulai dengan analisis struktur, diantaranya menganalisis struktur kemaknaan yang dapat mewakili pandangan dunia penulis, tidak sebagai individu, tetapi sebagai struktur mental transindividu dari sebuah kelompok sosial atau wakil golongan masyarakatnya. Atas dasar pandangan dunia penulis, peneliti karya sastra dapat membandingkan dengan data-data dan anlisis keadaan sosisal masyarakat bersangkutan.
  1. Pendekatan Mimetik
Pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan kajianya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra (Abrams, 1981: 189).
Sastra sebagai dokumen sosial. Kenyataan manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah kenyataan yang telah ditafsirkan sebelumnya dan yang dialaminya secara subjektif sebagai dunia yang bermakna dan kohern. Hubungan antara seni dan kenyataan merupakan interaksi yang kompleks dan tak langsung, yang ditentukan oleh konvensi bahasa, konvensi sosio-budaya, dan konvensi sastra. (Teew, 1984: 224-229)
  1. Pendekatan Pragmatik
Pendekatan pragmatik adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami, dan menghayati karya sastra. Pembaca memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan sebuah karya merupakan karya sastra atau bukan.
Horatius dalam art poetica menyatakan bahwa tujuan penyair ialah berguna atau memberi nikmat, ataupun sekaligus memberikan manfaat dalam kehidupan. Dari pendapat inilah dimulai pendekatan pragmatik.
Dikutip dari Wahyudi Siswanto, 2008: 181-191).

Puisi


Tobatnya Seorang Gadis
(karya: Tita Oktiva)


Dikehening malam
dikala semua makhluk dipeluk hantu tidur
aku berdiri tegak dihadapan-Mu
ku bersihkan hatiku
ku balut sedikit demi sedikit rasa sakitku
ku adukan semua pada_Mu
Aku ingin sekali menuju cahaya_Mu
tapi....aku berada di kegelapan yang pekat
hanya lumpur kenistaan yang menemaniku
Tuhan....
aku telah kotor
mataku sekak dan jasadku lemah
hatiku menggelepar mengingat_Mu
Tuhan....
sesalku ini telah menusuk jasad dan batinku
Tuhan.....
maafkan aku
ampuni aku
Betapa banyak air mata ini tumpah
Namun....
air mata ini tak menjanjikan derajat kemuliaan
Tuhan.....
maafkan aku
ampuni aku

Kredo Puisi


SUTARDJI CALZOUM BACHRI

 

Kata-kata bukanlah alat mengantarkan pengertian. Dia bukan seperti pipa yang menyalurkan air. Kata adalah pengertian itu sendiri. Dia bebas.
Kalau diumpamakan dengan kursi, kata adalah kursi itu sendiri dan bukan alat untuk duduk. Kalau diumpamakan dengan pisau, dia adalah pisau itu sendiri dan bukan alat untuk memotong atau menikam.
Dalam kesehari-harian kata cenderung dipergunakan sebagai alat untuk menyampaikan pengertian. Dianggap sebagai pesuruh untuk menyampaikan pengertian. Dan dilupakan kedudukannya yang merdeka sebagai pengertian.
Dalam puisi saya, saya bebaskan kata-kata dari tradisi lapuk yang membelenggunya seperti kamus dan penjajahan-penjajahan lain seperti moral kata yang dibebankan masyarakat pada kata tertentu dengan dianggap kotor(obscene) serta penjajahan gramatika.
Bila kata dibebaskan, kreatifitaspun dimungkinkan. Karena kata-kata bisa menciptakan dirinya sendiri, bermain dengan dirinya sendiri, dan menentukan kemauan dirinya sendiri. Pendadakan yang kreatif bisa timbul, karena kata yang biasanya dianggap berfungsi sebagai penyalur pengertian, tiba-tiba, karena kebebasannya bisa menyungsang terhadap fungsinya. Maka timbullah hal-hal yang tak terduga sebelumnya, yang kreatif.
Dalam (penciptaan) puisi saya, kata-kata saya biarkan bebas. dalam gairahnya karena telah menemukan kebebasan, kata-kata meloncat-loncat dan menari diatas kertas, mabuk dan menelanjangi dirinya sendiri, mundar-mandir dan berkali-kali menunjukkan muka dan belakangnya yang mungkin sama atau tak sama, membelah dirinya dengan bebas, menyatukan dirinya sendiri dengan yang lain untuk memperkuat dirinya, membalik atau menyungsangkan sendiri dirinya dengan bebas, saling bertentangan sendiri satu sama lainnya karena mereka bebas berbuat semaunya atau bila perlu membunuh dirinya sebdiri untuk menunjukkan dirinya bisa menolak dan berontak terhadap pengertian yang ingin dibebankan kepadanya.
Sebagai penyair saya hanya menjaga--sepanjang tidak mengganggu kebebasannya-- agar kehadirannya yang bebas sebagai pembentuk pengertiannya sendiri, bisa mendapatkan aksentuasi yang maksimal.
Menulis puisi bagi saya adalah membebaskan kata-kata, yang berarti mengembalikan kata pada awal mulanya. Pada mulanya adalah Kata.
Dan kata pertama adalah mantera. Maka menulis puisi bagi saya adalah mengembalikan kata kepada mantera.
Sutardji Calzoum Bachri
Bandung, 30 Maret 1973.

puisi gelap


  Puisi Gelap
Puisi gelap adalah puisi yang menggunakan kata-kata yang rumit dan tidak bermakna, tidak sederhana, tidak ada komunikasi (samar) kepada pembaca, menggunakan metafor-metafor gelap dan idiom-idiom yang tidak memiliki keterkaitan tema dalam bangunan puisi. Jadi pembaca merasa di bodohi.
Puisi gelap lahir pada tahun 1955 oleh Ajip Rosidi bersama Wiratno Sukito dan Iwan Simatupang dalam kumpulan puisi yang berjudul “Pesta”. Menurut Malna, penilaian puisi gelap pertama kali digunakan Chairil Anwar ketika menilai puisi-puisi Amir Hamzah sebagai puisi gelap, yang memerlukan pengetahuan sejarah dan agama untuk memahaminya. Seperti diketahui bersama, Amir Hamzah seringkali menggunakan bahan yang bersumber dari naskah-naskah lama, diksi-diksi bahasa Melayu yang tidak umum lagi dipakai dalam realita komunikasi sehari-hari.